“Kita berorganisasi bukan sekadar karena hobi, bukan juga karena mengejar diskon kelas menulis. Bukan. Kita berhimpun menjadi organisasi penulis adalah karena kita ingin membela hak-hak penulis,” kata Kanti W. Janis, Presidium Alinea Bidang Advokasi dan Hukum, di tengah acara peluncuran website Alinea, 1 September 2024.
Kanti menyampaikan hal itu untuk merespons sebuah pertanyaan: “Apa, sih, benefit yang kita dapat sebagai anggota Alinea dan perlu membayar iuran tiap bulan?”
Benar, ketika sekelompok penulis berhimpun, maka sudah lazim jika ada keuntungan yang muncul, termasuk jika yang berhimpun adalah barisan penulis dari berbagai genre di seluruh nusantara. Keuntungan yang bisa berupa kesempatan berjejaring, diskon mengikuti kelas menulis, atau bisa menjadi peserta aktif di berbagai kegiatan penulis.
Namun, fungsi organisasi penulis idealnya lebih dari sekadar berbagi kegiatan dan berjejaring. “Organisasi penulis seharusnya membela kepentingan penulis di hadapan stakeholder lain, bisa pemerintah, pihak swasta, penerbit buku, dan lain-lain,” kata Kanti.
Pernyataan Kanti tersebut membawa saya ke hari-hari sebelum Kongres Satupena (Persatuan Penulis Indonesia) di Solo, 26-29 April 2017. Pada saat itu, Endah Wahyu Sulistyaningsih, Deputi Badan Ekonomi Kreatif, meminta kami bertiga (saya, Hikmat Darmawan, dan Imelda Akmal) untuk memfasilitasi pembentukan organisasi penulis. Tujuannya, persis seperti yang disampaikan oleh Kanti, agar ada organisasi yang membela hak dan mengedepankan posisi penulis di hadapan stakeholder lain.
Dalam perjalanan, Satupena kemudian beralih menjadi Alinea, sesuai Rapat Luar Biasa Anggota Satupena, pada Agustus 2021. Gerakan membela hak dan mengedepankan posisi penulis secara konsisten terus dilakukan, sejak dari Satupena dan hingga kini menjadi Alinea. “Karena itu, saya rasa tepat kita memposisikan diri sebagai Serikat Penulis Alinea, supaya posisi tawar di hadapan stakeholder lain bisa lebih kuat.”
Serikat penulis tentu berbeda dengan sekadar perkumpulan atau klab. Alinea, sebagai serikat, lebih memiliki bargaining power pada advokasi untuk kesejahteraan penulis. Tentu, ini membutuhkan sebuah kondisi ketika penulis bersatu, mengidentifikasi problem krusial yang dihadapi penulis, lalu bersama-sama mengadvokasi ke pihak terkait untuk melindungi hak-hak penulis; baik dari segi royalti atau pengelolaan karya, termasuk alih wahana dari teks menjadi berbagai produk lain.
Alinea, sebagai serikat penulis, akan terus megupayakan fungsi dan peran sebagai penghubung antara penulis itu sendiri dengan berbagai elemen dalam ekosistem kepenulisan, serta memastikan bahwa setiap penulis mendapatkan perlindungan dan pengakuan yang layak.
Jejak langkah Alinea mengadvokasi hak-hak penulis, terangkum dalam poin-poin berikut:
Penurunan Pajak Royalti
Sejak tahun 2017, misalnya, Kanti dan Dewi “Dee” Lestari telah berpartisipasi aktif dalam diskusi dengan Kementerian Keuangan dan Dirjen Pajak untuk penurunan pajak royalti. Usaha tersebut akhirnya membuahkan kebijakan penurunan pajak royalti dari 15% menjadi 6%, sejak Maret 2023.
Pengakuan Profesi Penulis dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)
Pada 2020, tercatat bahwa penulis dan pekerja sastra juga telah memiliki KBLI sendiri, nomor 90024 Aktivitas Penulis dan Pekerja Sastra, yang memberi mereka pengakuan sebagai profesi yang lebih formal dalam industri kreatif. Adanya pengakuan ini membuat profesi penulis, dalam konteks pekerjaan yang berkaitan dengan pemerintah, bisa dimasukkan dalam mata anggaran yang diakui APBN dan APBD, seperti halnya profesi lain.
Pada pertemuan yang berlangsung di Baca Di Tebet itu, Alinea juga menyoroti pentingnya untuk terus mengupayakan pengakuan penulis sebagai profesi, termasuk dalam formulir KTP atau paspor.
Pemberian Bantuan Hukum
Alinea memberikan bantuan hukum kepada salah satu anggota, yakni Sdr. Neni Muhidin, yang mengalami kendala ketika berhadapan dengan salah satu BUMN sebagai pemberi kontrak. Sebagai individu penulis, posisi Neni Muhidin relatif lemah. Namun, ketika Kanti mewakili Alinea membantu mengontak pihak BUMN sebagai serikat penulis, maka posisi Neni Muhidin menjadi lebih kuat dan hak-haknya sebagai penulis lebih diperhatikan.
Berkontribusi dalam Mendorong Kesejahteraan terhadap Sastrawan Senior
Alinea juga aktif mendorong kesejahteraan sastrawan senior agar bisa mendapat apresiasi. Perjuangan itu membuahkan hasil dengan penghargaan yang diberikan oleh pihak pemerintah (Badan Pengembangan Bahasa, Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset dan Teknologi) kepada sejumlah penulis sastra yang telah berdedikasi selama lebih dari empat dekade berkarya.
Turut Merumuskan Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengelolaan Royalti atas Lisensi Penggunaan Sekunder untuk Hak Cipta Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya.
Serikat Penulis Alinea sejak akhir 2021, diwakili oleh Kanti dan Wien Muldian, secara intensif ikut merumuskan Permenkumham tentang perlindungan dan pengelolaan royalti atas lisensi penggunaan sekunder atas hak cipta penulis. Peraturan Menteri tersebut telah disahkan pada tanggal 12 Juni 2024.
Langkah berikutnya, yang juga dibahas di acara launching website, Kanti mengusulkan Alinea mengambil tindakan hukum dengan menggugat penerbit yang terlibat dalam praktik pembajakan karya. Namun, upaya ini akan lebih efektif jika dilakukan secara kolaboratif, melibatkan penulis dan penerbit bersama-sama, sehingga aksi tersebut dapat memberikan dampak yang lebih besar.
Perjalanan masih panjang. Berbagai jejak Alinea, semakin perlu terus dan terus diperbanyak, diperdalam, dan diperluas. “Salah satu tantangan adalah bagaimana menggandeng semua anggota, mengkomunikasikan berbagai langkah advokasi secara efektif,” kata Kanti. Agar semua anggota memahami posisi Alinea sebagai serikat penulis, juga memahami perjuangan bersama membela dan melindungi hak-hak penulis.
Nah, bagaimana agar langkah-langkah advokasi Alinea makin bermakna? Tentu, ada banyak cara. Mari bergotong-royong bersama pengurus, menguatkan otot-otot Alinea sebagai serikat penulis.
Leave a Reply